Hipertensi memang menjadi momok yang cukup menakutkan. Bukan hanya orang dewasa yang bisa terserang penyakit ini, para remaja juga bisa mengidapnya. Kini, hipertensi yang sering disebut the silent killer ternyata memicu terjadinya penyakit ginjal dan gagal ginjal. Bahkan, saat fungsi ginjal mengalami gangguan, maka tekanan darah pun akan meningkat dan dapat menimbulkan hipertensi.
Selanjutnya, tekanan darah tinggi bisa merusak ginjal ketika tekanan darah melebihi 140 mmHg/90 mmHg. Kerusakan pada ginjal terjadi karena aliran darah ke organ penting itu terganggu.
Hubungan timbal balik antara hipertensi dan penyakit ginjal bahkan sudah terbukti. Hipertensi yang melebihi 140 mmHg/90 mmHg akan menyebabkan kerusakan pada bagian korteks atau lapisan luar ginjal yang akan merangsang produksi hormon renin. Kelebihan hormon ini akan menstimulasi terjadinya peningkatan tekanan darah dan hipertensi pada mereka yang mengalami kerusakan ginjal.
"Bila salah satu faktor pendukung kerja ginjal, misalnya aliran darah ke ginjal, jaringan ginjal atau saluran pembuangan ginjal terganggu atau rusak, maka fungsi ginjal akan terganggu atau berhenti sama sekali," kata Dr Rahardjo SpDK-KGH di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dijelaskannya, seseorang penderita gagal ginjal tahap akhir hanya bisa bertahan hidup dengan menjalankan cuci darah (hemodialisis) seumur hidupnya. Tentu biayanya sangat mahal, sekitar Rp600.000 sampai Rp700.000 untuk sekali cuci darah. Padahal seorang penderita gagal ginjal paling tidak harus cuci darah dua kali seminggu.
Hubungan antara hipertensi dan kerusakan ginjal yang lain, menurut Rahardjo, adalah saat ginjal rusak karena hipertensi sehingga terjadi pengeluaran air dan garam yang tidak normal di dalam ginjal. Pengeluaran garam dan air yang tidak normal itulah yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah, selain zat renin.
Masalah hipertensi, menurut Rahardjo, sebagian besar disebabkan faktor keturunan, kebiasaan makan garam, stres, dan gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat. Hipertensi juga merupakan gangguan kesehatan yang diderita 10 persen hingga 30 persen orang dewasa di seluruh negara. "Jadi yang perlu diperhatikan adalah menangani dengan secepat dan sedini mungkin hipertensi yang diderita sehingga tidak sempat merusak ginjal," tuturnya.
Sementara itu, menurut data AHA (American Heart Association) di Amerika Serikat, ditemukan satu dari tiga orang di dunia mengalami tekanan darah tinggi. Masih data dari AHA, semua orang yang mengidap hipertensi hanya sepertiga yang mengetahui keadaannya.
Di Indonesia, belum ada data nasional tentang jumlah penderita hipertensi. Namun, pada studi MONICA 2000 di daerah perkotaan Jakarta dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 2000-2003 di daerah Lido, Kecamatan Cijeruk, ditemukan kasus hipertensi derajat II. Artinya, penderita hipertensi di daerah tersebut hanya sebagian kecil yang menjalani pengobatan masing-masing 13,3 persen dan 4,2 persen.
Apa pun penyebabnya, tekanan darah tinggi mempunyai dampak yang besar di masyarakat. Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama untuk serangan jantung dan stroke.
"Intinya ketika terdeteksi menderita hipertensi, pasien seharusnya langsung mendatangi rumah sakit. Atau setidaknya memperhatikan penyakit yang dideritanya. Tanpa kepedulian, hipertensi bisa mengakibatkan kerusakan ginjal yang parah," kata Dr Wijaya dari Universitas Indonesia beberapa waktu lalu.
Penyebab hipertensi, menurut Wijaya, selain faktor keturunan juga penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi).
Penggunaan obat-obatan tersebut secara terus-menerus dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. "Merokok juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi karena tembakau mengandung nikotin. Minuman beralkohol juga pemicu hipertensi. Jadi berhentilah mengonsumsi minuman beralkohol dan rokok," tegasnya.
No comments:
Post a Comment