Friday, January 9, 2009

Penyakit TBC

Pengertian

TBC atau TB adalah suatu penyakit infeksi yang mematikan, penyebabnya oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, bahkan kulit, tapi meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.


Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia.

Diagnosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah: Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya, pemeriksaan laboratorium pada darah, dahak, cairan otak. Selain itu, pemeriksaan patologi anatomi / PA, rontgen dada, uji tuberkulin dan ibu memiliki tes BTA (basil tahan asam) yang positif.

Penyebab


Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Ketika orang-orang penderitaan dari TBC berkenaan dengan paru-paru yang aktif batuk, bersin, berbicara, ciuman, atau air ludah, bakteri dapat menyebar 05 sampai 5 µm di dalam garis tengah. Bagi penderita yang bersin, dapat melepaskan sampai dengan 40,000 droplets. Sekali lagi, hal ini terjadi pada penderita yang aktif.

Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Gejala

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat.

Gejala umum dari TBC yaitu, demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise), lemah. Setelah divaksinasi BCG dalam waktu 3-7 hari, timbul reaksi hebat misalnya di tempat suntikan menjadi kemerah-merahan.

Gejala khusus

  • Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
  • Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
  • Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
  • Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
  • Adanya scrophuloderma atau TBC kulit (seperti koreng yang kronik dan tak kunjung sembuh)
  • Adanya phlycternular conjungtivitis (kadang di mata ada merah, lalu ada bintik putih)
  • Adanya specific lymphadenopathy (pembesaran kelenjar getah bening di leher)
  • Pada TBC, biasanya kelenjar yang membesar akan berderet atau lebih dari satu

Dan untuk memberikan kepastian maka orang tersebut harus diperiksa lebih lanjut, jadi tidak selalu bahwa orang batuk-batuk lama pasti menderita TBC, harus dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

Pencegahan

Penyakit TBC tidak diwariskan secara genetik, karena penyakit TBC bukanlah penyakit turunan. Hanya karena penularannya adalah melalui percikan dahak yang mengandung kuman TBC, maka orang yang hidup dekat dengan penderita TBC dapat tertular.

Untuk mencegah TBC pada anak, perlu dilakukan vaksinasi BCG sejak bayi. Namun, apabila vakinasi itu dilakukan ketika si anak masih berusia 2-3 bulan maka harus dilakukan tes Mantoux terlebih dahulu. Jika tes Mantoux itu hasilnya negatif, baru boleh diberikan vaksinasi BCG. Kalau si anak ternyata positif TBC dan kemudian diberikan vaksinasi BCG, hal itu justru akan memberatkan penyakitnya. Namun, vaksin BCG tidak menjamin 100% si anak akan terhindar dari penyakit TBC. Hal itu disebabkan karena kasus TBC di Indonesia masih banyak sehingga kuman penyebab TBC, yaitu Micobacterium tuberkulosis, banyak tersebar di mana-mana.

Selain itu, tes Mantoux yang positif juga bukan jaminan bahwa si anak menderita TBC. Jika tes Mantoux positif namun tidak disertai dengan minimal dua gejala lainnya, belum tentu anak tersebut menderita TBC aktif. Selain itu, anak yang tes Mantoux-nya positif menunjukkan bahwa ia sudah terpapar basil Tuberculosis, tapi kadang-kadang kondisi klinisnya baik. Pengobatan TBC pada anak adalah sekitar enam bulan sama seperti halnya TBC pada orang dewasa. Biasanya hasilnya sudah terlihat setelah si anak minum obat selama dua bulan. Namun, pengobatan TBC harus tetap dikonsultasikan pada dokter spesialis agar diperoleh hasil pengobatan yang tepat dan benar.

Pengobatan

Pengobatan untuk TBC menggunakan antibiotics untuk membunuh bakteri. Kedua zat pembunuh kuman yang paling umum digunakan adalah rifampisin dan isoniazid. Bagaimanapun, sebagai jangka pendek antibiotics umumnya digunakan untuk menyembuhkan infeksi bakteri lainnya, sedangkan TBC memerlukan periode-periode lebih panjang untuk perawatan (di sekitar 6 sampai 12 bulan) untuk benar-benar menghapuskan mycobacteria dari tubuh.

Orang-orang dengan infeksi laten TBC diperlakukan untuk mencegah mereka dari melangkah maju ke penyakit TBC yang aktif kemudian hidup. Bagaimanapun, perawatan yang menggunakan Rifampin dan Pyrazinamide bukanlah bebas risiko. Pusat untuk Disease Control dan Prevention (CDC) memberitahu para profesional perawatan kesehatan rekomendasi yang kembali melawan terhadap pemakaian pyrazinamide rifampisin lebih untuk perawatan dari infeksi yang tersembunyi, karena daftar biaya pengiriman barang-barang yang tinggi opname dan kematian dari luka hati berhubungan dengan penggunaan yang dikombinasikan dari obat ini.

Bagi penderita AIDS dan TBC perlu memperhatikan obat-obat yang mengkonsumsi. Obat HIV/AIDS yang termasuk kelompok penghambat protease akan berinteraksi dengan salah satu obat TBC yang terpenting, yaitu rifampisin. Di satu pihak, rifampisin menyebabkan dosis obat penghambat protease menurun, sebaliknya obat antiretroviral(ARV) yang golongan penghambat protease menyebabkan kadar rifampisin meningkat sehingga dapat menyebabkan efek samping.

Jangan sekali-kali menghentikan sendiri obat-obat yang sedang diminum sekarang walaupun badan sudah terasa sehat. Penghentian obat TBC sebelum waktunya dapat menyebabkan basil TBC menjadi resisten, tidak mempan lagi diobati dengan obat standar dan dapat menyebabkan kerusakan paru yang lebih parah, bahkan dapat menyebabkan kematian.

No comments: