Friday, July 31, 2009

Mereparasi Katup Jantung yang Sakit

Pengobatan Ust. Galih Gumelar - Gangguan pada jantung dan pembuluh darah sering datang tanpa gejala. Apabila tidak segera diatasi, penyakit itu bisa berakibat fatal bagi penderitanya. Demi memperpanjang harapan hidup pasien, berbagai terobosan teknologi bidang kedokteran terus dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini.

Ancaman kematian karena penyakit jantung kini makin nyata. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 kematian karena penyakit jantung akan bertambah dua kali lipat di negara berkembang, jauh lebih tinggi dibandingkan negara maju.

Hal ini seiring perubahan pola hidup masyarakat di negara berkembang. Kian banyak penduduk gemar mengonsumsi makanan berlemak tinggi dan jarang olahraga. ”Pola hidup tidak sehat memicu tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, kelebihan berat badan, dan stres yang merupakan faktor risiko penyakit jantung,” kata dr Philip Koh, ahli jantung dari
The Heart Clinic, Mount Elizabeth Hospital, di Singapura, beberapa waktu lalu.

Selain pola hidup tidak sehat, tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya mencegah penyakit ini sejak dini masih rendah. Pencegahan primer penyakit jantung koroner dilakukan dengan mengontrol faktor risiko secara bersamaan, yaitu dengan mengubah gaya hidup, seperti olahraga secara teratur, diet, dan berhenti merokok. Adapun pencegahan sekunder dilakukan jika sudah terkena penyakit kardiovaskular.

Katup Jantung

Salah satu tipe penyakit jantung yang banyak dijumpai adalah gangguan katup jantung (
valve disease). Satu atau lebih katup jantung mengalami kelainan fungsi karena kebocoran atau kegagalan membuka katup, atau keduanya. Itu semua bisa memengaruhi kemampuan jantung untuk memompa darah.

Secara anatomi, jantung memiliki bilik bagian atas (atrium) dan bilik bagian bawah (ventrikel). Darah mengalir lewat jantung dalam satu arah dari vena ke atrium ke ventrikel lalu ke arteri. Ada 4 katup yang memastikan darah mengalir searah.

Empat katup itu adalah trikuspid yang menjaga hubungan atrium dan ventrikel kanan terbuka, katup mitral yang membuka dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Dua katup jantung lain adalah katup pulmonalis di pintu masuk batang paru dari ventrikel kanan serta katup aorta yang menjaga aorta dari ventrikel kiri.

Stenosis aorta

”Salah satu masalah katup jantung adalah stenosis katup aorta, penyempitan pada lubang katup aorta yang menyebabkan peningkatan tahanan terhadap aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta,” kata dr Saharman Leman dan rekan dari Subbagian Kardiologi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, pada simposium ”Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular VIII, di Jakarta.

Di Amerika Utara dan Eropa Barat, stenosis katup aorta merupakan penyakit utama pada orangtua akibat pembentukan jaringan parut dan penimbunan kalsium dalam katup. Stenosis katup aorta seperti ini timbul setelah usia 60 tahun. Pada anak-anak stenosis ini disebabkan demam rematik.

Pada keadaan ini biasanya disertai kelainan pada katup mitral, baik berupa stenosis, regurgitasi atau kebocoran, maupun keduanya. Pada orang lebih muda, penyebab paling sering adalah kelainan bawaan, terutama pada masa pertumbuhan anak.

Ukuran katup tidak berubah, sementara jantung melebar dan mencoba untuk memompa sejumlah besar darah melalui katup yang kecil. ”Katup mungkin hanya memiliki dua daun yang seharusnya tiga atau memiliki bentuk abnormal. Lama-lama, lubang pembukaan katup itu jadi kaku dan menyempit karena endapan kalsium,” ujarnya.

Dr Marulam M Panggabean dari Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menjelaskan, gejala yang sering muncul adalah angina-nyeri dada atau rasa tertekan yang terjadi jika otot jantung kekurangan oksigen (35 persen). Gejala lain adalah sinkop (15 persen) dan gagal jantung (50 persen). Begitu gejala muncul, rata-rata hanya 25 persen yang bertahan hidup 3 tahun.

Oleh karena itu, apabila mengalami gejala seperti angina, pingsan, dan sesak napas, pasien harus segera dioperasi untuk mengganti katup jantung.

”Tindakan pembedahan sebaiknya dilakukan sebelum terjadi kerusakan ventrikel kiri yang menetap. Katup pengganti dapat berupa katup mekanik,” kata Saharman. Untuk mencegah infeksi, setiap penderita dengan katup pengganti harus mengonsumsi antibiotik sebelum menjalani pembedahan.

”Pengobatan dini sangat penting karena kematian mendadak bisa terjadi sebelum timbul gejala,” ujarnya. Untuk anak-anak, pilihan yang aman dan efektif untuk mengganti katup adalah perbaikan katup melalui pembedahan dan valvuloplasti balon.

Pada valvuloplasti balon, suatu kateter yang pada ujungnya terpasang balon dimasukkan ke dalam katup dan balon digelembungkan untuk melebarkan lubang katup. Valvuloplasti balon juga digunakan pada pasien yang lebih tua jika tidak dapat menjalani pembedahan meski stenosisnya cenderung berulang.

Namun, sejauh ini yang paling sering dilakukan adalah operasi penggantian dengan katup mekanik artifisial atau bioprotese, reparasi, homograft, atau autograft. ”Balonisasi atau tindakan penggantian katup perkutan baru diperuntukkan bagi mereka yang berisiko sangat tinggi untuk operasi penggantian katup, gagal jantung berat, dan kesakitan yang tidak memungkinkan untuk operasi jantung,” kata Marulam.

”Tingkat harapan hidup selama 10 tahun pada penderita pascaoperasi ganti katup aorta sekitar 60 persen dan rata-rata 30 persen katup artifisial bioprotese mengalami gangguan setelah 10 tahun dan memerlukan operasi ulang,” ujarnya.

Katup metal artifisial harus dilindungi dengan antikoagulan untuk mencegah trombus dan embolisasi. Sebanyak 30 persen dari penderita ini akan mengalami komplikasi perdarahan akibat terapi itu.

Soal PVR

Marulam menjelaskan, valvuloplasti aorta perkutan dengan balon dapat dilakukan pada anak atau remaja dengan stenosis aorta bawaan. Di sebagian pasien dewasa tindakan ini menimbulkan restenosis (penyempitan berulang) yang tinggi.

Belakangan muncul teknologi dan desain katup yang lebih baru sehingga tak harus operasi jantung terbuka. Jadi, katup aorta pada pasien yang sudah berusia lanjut dengan stenosis aorta digantikan dengan prostesis mekanis. ”Metode baru ini dikenal sebagai penggantian jantung perkutan atau percutaneous valve replacement,” kata Philip Koh memaparkan.

Prosedur itu dilakukan melalui penyisipan balon yang dapat mengembang atau katup aorta artifisial/buatan ke katup pasien yang mengalami penyempitan. Metode ini memakai kateter, balon aorta, dan katup buatan.

Jadi, kateter dimasukkan melalui arteri femoral (pembuluh darah yang berawal dari bagian bawah perut menuju paha) yang berlokasi di pangkal paha. Jalan menuju arteri femoral diperoleh lewat teknik penusukan dipandu benang. Balon membuka dan melonggarkan katup yang mengalami penyempitan sehingga terbentuk jalur katup buatan yang akan ditanam.

Balon lalu mengembang agar katup bisa dilepaskan dan mengambil alih fungsi katup asli yang sakit. ”Bagian luar tabung ditarik sehingga terjadi pengembangan dan penanaman katup buatan,” kata Koh.

Kateter kemudian ditarik diikuti penutupan lubang arteri femoral. Pasien perlu beristirahat beberapa jam sebelum boleh berjalan-jalan.

Untuk pasien gagal jantung dengan penyebab apa pun, termasuk penyempitan katup aorta, harapan memperpanjang hidup dilakukan dengan pompa jantung buatan. Karena cangkok jantung tidak bisa langsung dilaksanakan, pilihan ini sebagai ”jembatan untuk transplantasi”.

Di Indonesia, perkembangan terapi jantung juga berkembang pesat. Bahkan, tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tengah meneliti penggunaan sel punca bagi penderita gagal jantung dan hasilnya menggembirakan. Dalam terapi itu, sel punca diambil dari sumsum tulang lalu secara selektif disuntikkan ke bagian jantung rusak.

Berbagai kemajuan terapi ini memberi harapan untuk memperpanjang dan menyelamatkan hidup penderita gagal jantung. Tentu kemajuan teknologi itu baru bermanfaat apabila diikuti kemudahan akses bagi pasien.

No comments: