Wednesday, July 23, 2008

Pembesaran Prostat vs Saw Palmetto

Di pasaran produk herbal di Indonesia yang cukup ramai saat ini, banyak merek yang mengandung Saw Palmetto diklaim sanggup mengobati pembesaran prostat. Buah Saw palmetto sering dipakai dalam pengobatan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), suatu pembesaran kelenjar prostat yang dialami 50% laki-laki di atas 60 tahun dan lebih dari 90% laki-laki di atas 70 tahun. Sebelum kita mengulas kebenaran klaim tersebut, ada baiknya kita mengetahui beberapa seluk beluk tanaman herbal ini.

Saw Palmetto dikenal dengan berbagai nama, antara lain: American dwarf palm tree, Arecaceae (family), cabbage palm, dwarf palm, Elusan® Prostate, IDS 89, LSESR, PA 109, Palmae (family), palmetto scrub, palmier de l'amerique du nord (Perancis), palmier nain (Perancis), Permixon®, Prostagutt®, Prostaserine®, sabal, sabalfruchte (Jerman), Sabal fructus , savpalme (Swedia), saw palmetto berry, serenoa, Serona repens , Serenoa serrulata Hook F., SG 291, Strogen®, WS 1473, Zwegpalme. Buah tanaman ini ternyata sudah dipergunakan selama ribuan tahun oleh suku-suku yang tinggal di semenanjung Florida. Meskipun buah ini tidak terlalu enak, namun suku Indian menggunakannya sebagai salah satu makanan pokok. Buahnya juga dikeringkan untuk persediaan selama setahun ke depan. Dukun Indian juga selalu membawanya dalam tas untuk dipergunakan sebagai obat bagi testis yang tidak berkembang sempurna, impotensi, peradangan prostat, libido yang menurun pada pria, serta sebagai minuman energi. Beberapa catatan sejarah juga menunjukkan penggunaan tanaman ini untuk infertilitas pada wanita, perawatan bagi payudara yang kurang berkembang, meningkatkan cairan ASI, meringankan nyeri haid, serta efek anti radang dan mengeluarkan dahak pada saluran nafas.

Efek yang begitu banyak dari obat ini sempat mendapat respon dari pasar Amerika tahun 1907 dengan berdirinya perusahaan-perusahaan pengekstrak tanaman ini. Dimasukkannya obat herbal ini dalam United States Pharmacopeia (daftar obat yang diakui secara resmi oleh pemerintah AS) dari tahun 1908-1946 membuat pasaran obat herbal bergairah. Namun karena obat ini belum bisa dipatenkan (sehingga perusahaan obat lain juga bisa meniru formulanya) dan teknologi saat itu belum memungkinkan untuk mengidentifikasi kandungan zat aktif di dalamnya, maka popularitas tanaman ini sempat menurun pada 1946. Tahun 1950an ditemukan teknik ekstraksi yang berstandar sehingga tanaman ini kembali terdaftar di USP pada tahun 1998. Hingga saat ini pun, di Jerman sendiri terdapat 28 perusahaan farmasi yang memasarkan produk Saw Palmetto untuk pengobatan BPH.

Berbagai penelitian klinis ilmiah pun dilakukan untuk mengembalikan reputasi Saw Palmetto sebagai pengobatan terdepan untuk BPH. Beberapa penelitian tersebut mengungkapkan bahwa tanaman herbal ini mengandung senyawa phytosterol, alkohol alifatik, komponen poliprenik, flavonoid, dan lainnya. Penelitian juga menunjukkan bahwa obat herbal ini memiliki aktifitas menghambat 5-?-reductase sehingga mengurangi kadar dihydrotestosterone (DHT), estrogen, dan epidermal gowth factor dalam penggunaan herbal ini selama 3 bulan. Dengan kadar 320mg per hari, tanaman ini juga dikatakan mempunyai efek seperti obat-obat kimia seperti finasteride 5mg dan tamsulosin 0,4mg. Tanaman ini juga bisa untuk memperbaiki rambut rontok pada pria, kanker prostat serta radang pada kelenjar prostat walaupun masih dalam tahap penelitian. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa tanaman ini juga bisa mengobati kebotakan akibat androgen pada pria dewasa karena mekanisme yang sama seperti pada BPH. Buah matang yang dibuat setengah kering dari tanaman ini bersifat diuretik (membuat frekuensi buang air kecil meningkat) dan menimbulkan kantuk. Di luar itu semua, terdapat juga penelitian terbaru yang menyatakan bahwa Saw Palmetto tidak lebih efektif daripada plasebo.

Namun sayang, habitat tanaman ini ada di sepanjang Atlantik Coast, mulai dari South Carolina hingga Florida dan selatan California sehingga perlu diimpor ke Indonesia yang tentu berpengaruh pada harga. Namun ternyata di Indonesia sendiri ada biji labu merah atau waluh (dalam bahasa Jawa) yang bisa juga mencegah dan mengatasi BPH. Biji labu merah, yang disebut juga labu kuning, yang berkulit putih dan sedikit lebih besar dari biji semangka yang berwarna hitam ini dapat juga diolah menjadi kuaci yang gurih. Namun masih dibutuhkan penelitian klinis ilmiah lebih lanjut untuk menentukan kandungan zat aktif serta membuktikan manfaat nyatanya terhadap BPH.(PeterMulyonoFri)

No comments: